Apa yang sering terlihat di acara pernikahan orang Betawi? Ya, salah satunya adalah roti buaya. Lalu, ada apa dengan roti buaya tersebut? Filosofi buaya dalam adat pernikahan Betawi membuatnya selalu hadir sebagai salah satu hal wajib yang ada dalam seserahan pernikahan. Sehingga, ini bukanlah hal yang aneh lagi bagi masyarakat Betawi pada umumnya.
Mengungkap Sejarah Buaya Menurut Adat Betawi
Roti buaya yang dijadikan sebagai salah satu seserahan pernikahan adat Betawi yang memiliki sejarah yang patut diulas.
Kenapa “buaya” ini harus ada?
Orang-orang Betawi di zaman dahulu menganggap bahwa buaya merupakan simbol cinta. Dilansir dari orami.co.id, sejarah ini bermula dari adanya buaya di 13 sungai yang terdapat di Jakarta.
Masyarakat beranggapan bahwa buaya tersebut adalah penunggu sumber air. Karena kesetiaan buaya-buaya itu menunggu sumber air, masyarakat Betawi menganggap mereka sebagai sumber kehidupan.
Perumpamaan Buaya sebagai Lambang Kesetiaan
Masyarakat Betawi berasumsi bahwa buaya adalah hewan yang setia. Ini karena buaya hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya.
Sebagian besar dari masyarakat Betawi juga percaya bahwa filosofi buaya dalam pernikahan akan membawa kemakmuran, keberuntungan, dan harapan baru bagi calon pengantin. Selain itu, mereka juga menganggap buaya sebagai simbol kehidupan.
Filosofi Buaya dalam Pernikahan Adat Betawi
Buaya diimplementasikan dalam bentuk seserahan pernikahan adat Betawi berupa roti buaya. Bukan tanpa alasan masyarakat beranggapan demikian.
1. Buaya Itu Hewan yang Setia
Menurut penelitian Rockefeller Wildlife Refuge (RWR) pada tahun 2008 di Lousiana, USA, menyatakan bahwa buaya jantan hanya memiliki satu betina seumur hidupnya. Ia tidak akan berpaling, kecuali sang betina telah mati atau pergi meninggalkannya.
Ketika bertelur, buaya jantan juga turut serta menjaga telur tersebut. Itulah alasan kenapa buaya dikiaskan dalam bentuk roti dan dijadikan sebagai seserahan pernikahan adat Betawi. Ini diumpamakan sebagai harapan agar pengantin dapat saling setia dalam kehidupan pernikahan. Selalu berbagi suka dan duka serta saling pengertian.
2. Ukuran dan Bentuk Roti Buaya Mempengaruhi Kehidupan Rumah Tangga Pengantin
Menurut mitos yang berkembang di masyarakat Betawi, roti buaya yang dijadikan seserahan harus diterima pengantin wanita dalam keadaan mulus dan utuh.
Mereka percaya bahwa semakin baik kualitas dan semakin besar ukurannya, maka akan semakin baik kehidupan rumah tangga pengantin di masa depan.
3. Hubungan Pernikahan yang Langgeng dan Harmonis
Sama seperti roti lainnya, roti buaya terbuat dari terigu sebagai bahan utamanya. Roti tersebut dibuat dengan tekstur yang keras karena nantinya roti buaya tersebut disimpan hingga membusuk. Namun seiring perkembangan zaman, roti buaya juga dibuat untuk dikonsumsi dengan beragam varian rasa.
Menyimpan roti buaya hingga busuk diumpamakan sebagai harapan setiap orang bahwa hendaknya pernikahan dilaksanakan sekali seumur hidup dan hanya maut yang memisahkan.
4. Buaya Melambangkan Hewan yang Mampu Beradaptasi
Seperti yang diketahui bahwa buaya adalah hewan amfibi atau hidup di dua alam. Mereka dapat bertahan hidup di darat maupun di air.
Begitu pun dengan kehidupan rumah tangga. Hendaknya pasangan suami istri tersebut mampu bertahan dan berjuang bersama-sama apa pun keadaannya.
5. Andal dan Berkualitas
Umumnya masyarakat Betawi yang menjadikan roti buaya untuk seserahan dianggap sebagai orang yang berkelas. Ini karena roti buaya biasanya menjadi pilihan kalangan atas.
Filosofi tersebut bermakna bahwa kehidupan rumah tangga pengantin hendaknya memiliki masa depan yang cerah dan hidup berkecukupan hingga akhir hayat.
Akhir Kata
Nah, itulah ulasan tentang filosofi buaya dalam adat pernikahan betawi. Jika Anda memiliki terkait lainnya, Anda bisa mengajukannya lewat kolom komentar yaaah… Atau, Anda bisa langsung menghubungi call center kelaspranikah.com di +6285711831107.
Pingback: 7 Tema Wedding Populer di Tahun 2022 - Kelas Pranikah